A. Model Pembelajaran Investigasi
Istilah investigasi mulai diperkenalkan dengan diterbitkannya laporan dari Cockcroft (dalam Evans, 1987) menyatakan bahwa pembelajaran matematika harus melibatkan aktivitas-aktivitas berikut:
1. Eksposisi (pemaparan) guru;
2.Diskusi diantara siswa sendiri, ataupun antara siswa dan guru;
3. Kerja praktek;
4. Pemantapan dan latihan pengerjaan social;
5. Pemacahan masalah;
6. Investigasi.
Investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan diberikan masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.
Menurut Joyce, Weil dan Calhoun( 2000: 53), model ini sangat mudah disesuaikan dan komprehensip yang menggabungkan tujuan-tujuan akademik investigasi, integrasi sosial dan proses pembelajaran sosial, dan dapat digunakan dalam semua bidang studi, dalam semua tingkat usia.
Menurut Height (dalam Krismanto,2004), investigasi berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil.
Dalam kegiatan di kelas yang mengembangkan diskusi kelas berbagai kemungkinan jawaban itu berimplikasi pada berbagai alternatif jawaban dan argumentasi berdasarkan pengalaman siswa. Akibatnya ialah jawaban siswa tidak selalu tepat benar atau bahkan salah karena prakonsepsi yang mendasari pemikiran siswa tidak benar.
Namun dari kesalahan tersebut dengan komunikasi yang dikembangkan dapat memberikan arah kesadaran siswa akan kesalahan mereka, khususnya dimana terjadi sumber kesalahan tersebut. Mereka akan belajar dari kesalahan sendiri dengan bertanya, mengapa orang lain memperoleh jawaban yang berbeda dengan jawabannya. Dengan sikap keterbukaan yang memang harus dikembangkan dalam sikap investigasi tersebut, siswa belajar bukan hanya mencari kebenaran atas jawaban permasalahan itu, tetapi juga mencari jalan kebenaran menggunakan akal sehat dan aktifitas mental mereka sendiri.
Ada perbedaan antara investigasi dan pemecacahan masalah. Menurut Evans (1987), di Inggris pemecahan masalah dibedakan dari penyelidikan, sedangkan di Amerika Serikat kedua istilah tersebut tidak dibedakan, dalam arti investigasi dimasukkan kelingkup kegiatan pemecahan masalah yang sejak tahun 1985 sudah menjadi agenda aksi para guru matematika untuk dilaksanakan berdasarkan rekomendasi NCTM, suatu organisasi para guru matematika di Amerika Serikat yang sangat disegani di seluruh dunia.
Perbedaan tersebut menurut Evans (1987),pemecahan masalah merupakan kegiatan memusat (convergen activity) dimana para siswa harus belajar mencari penyelesaian. Sedangkan investigasi adalah kegiatan menyebar (divergen activity) dimana para siswa lebih diberikan kesempatan untuk memikirkan, mengembangkan, menyelidiki hal-hal menarik yang mengusik rasa keingintahuan mereka. Dapat saja terjadi si A tertarik pada bagian X untuk diselidiki dan si B tertarik pada bagian-bagian yang lain.Disamping itu si A hanya menyelidiki bagian permukaannya saja, sedangkan si B dengan kemampuan berpikir yang sangat prima menyelidiki hal-hal tersebut secara mendalam dan terinci. Itulah sebabnya penyelidikan ini disebut juga suatu kegiatan terbuka yang tidak terbatas, karena kegiatan ini sangat tergantung pada ketertarikan dan perbedaan kemampuan berpikir setiap siswa yang tentunya sangat berbeda.
Diskusi kelompok maupun diskusi kelas merupakan hal yang sangat penting guna memberikan pengalaman mengemukakan dan menjelaskan segala hal yang mereka pikirkan dan membuka diri terhadap yang dipikirkan oleh teman mereka. Pengalaman yang baik seperti ini akan memotivasi siswa untuk belajar dan mau menyelidiki (menginvestigasi) lebih lanjut. Pengalaman bekerjasama dalam banyak hal sangat sesuai dengan semangat gotong royong yang telah berkembang sejak lama di bumi tercinta Indonesia ini. Hal ini perlu selalu dikembangkan dengan melatihkannya kepada para siswa.
Bahkan hal ini juga disadari oleh pendidik bangsa lain, seperti misalnya Schmuck (1985) yang menyatakan: As a consequence of social changes during the past several decades, human beings have been pushed to live closer and closer together. Consequently, the schools have to take an increased role in helping young people to learn the skills necessary for living succesfully with one another. Thus, parallel with the traditional academic curriculum, the schools have concerned themselves with developing students’ interpersonal skills
Dalam kerja kelompok siswa, Malone dan Krismanto (1993) menemukan bahwa sebagian besar siswa menginginkan mereka sendirilah yang menentukan anggota kelompok kegiatan, dengan 5 orang siswa campuran putra dan putri dan dengan berbagai-banyak anggota 3 tingkat kemampuan siswa. Hal ini sesuai dengan Sharan (1980) bahwa kelompok semacam itu memberikan efektifitas dalam peningkatan hasil belajar siswa.
Sikap dan kemauan siswa dalam menggunakan pendekatan investigasi tidak terlepas dari :
(1) kegemaran siswa akan matematika,
(2) pemahaman siswa tentang kegunaan matematika dan
(3) keberanian siswa untuk membentuk sendiri pengetahuan matematika mereka.
Ini sesuai dengan paham yang dikembangkan oleh para pakar dan peneliti serta penganut konstruktivisme. Karena itu seberapa jauh keberhasilan penggunaan pendekatan investigasi juga antara lain tergantung ketiga faktor. Karena itu maka guru juga perlu mengetahui seberapa jauh hal di atas dimiliki siswa di samping berusaha untuk lebih memberikan pemahaman kepada para siswa.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1964875-model-pembelajaran-investigasi/
Rabu, Desember 08, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar