Rabu, Januari 13, 2010

Suku Bangsa Batak

Di propinsi Sumatera Utara terdapat berbagai suku bangsa yang hidup dan berkembang di daerah tersebut. Salah satu sukubangsa yang terbesar di daerah tersebut adalah suku Batak. Masyarakat Batak sebenarnya terdiri dari beberapa anak suku walaupun secara umum lebih sering hanya disebut orang Batak. Selain itu di propinsi ini juga berkembang sukubangsa Melayu di daerah pesisir timur dan suku bangsa Nias di Pulau Nias di sebelah Barat pulau Sumatera.

BATAK

Suku bangsa Batak diperkirakan merupakan keturunan kelompok Melayu Tua (Proto Melayu) yang bergerak dari daratan Asia Selatan, dalam upaya mereka mencari tempat yang lebih hangat pada masa Antar-Es. Gerakan nenek moyang kelompok Proto Melayu itu sebagian menetap di wilayah Sumatera Utara sekarang, dan sebagian lagi mewujudkan perjalanan ke Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan berdasarkan penelitian, sebagian dari mereka melanjutkan perjalanan sampai ke Filipina.

Dalam perkembangannya, masyarakat yang sudah mulai bercocok tanam itu berpencar dan mendirikan pemukiman yang satu sama lain dipisahkan oleh pegunungan yang tinggi, jurang yang dalam, dan hutan yang lebat, sehingga kontak antar mereka sangat terbatas. Kurangnya interaksi diantara mereka boleh jadi juga disebabkan kerena masing-masing kelompok telah dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga masing-masing mengembangkan pola adaptasi setempat yang kini menunjukkan keanekaan kebudayaan di Sumatera Utara. Orang Batak menganut sistem kekerabatan yang menghitung garis keturunan secara patrilineal, yaitu memperhitungkan anggota keluarga menurut garis keturunan dari ayah. Orang­orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe (satu keluarga), pada orang Karo dinamakan sada bapa (satu keluarga), sedangkan pada orang Simalungun disebut sepanganan (satu keluarga). Sebermula mereka hidup dalam perkauman yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan dari ayah, dan mendiami satu kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan huta atau lumban. Biasanya kesatuan kerabat itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri pemukiman, karenanya juga disebut saompu. Kelompok-kelompok kerabat luas terbatas saompu yang mempunyai hubungan seketurunan dengan nenek moyang yang nyata maupun yang fiktif membentuk kesatuan kerabat yang dikenal dengan nama marga.

Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan, terutama antara marga pemberi pengantin wanita (boru) dengan marga penerima pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena itu hubungan perkawinan satu jurusan mamaksa setiap marga menjalin hubungan perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga pemberi dan marga penerima mempelai wanita.

Marga-marga atau klen patrilineal secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada sukubangsa Batak. Pertumbuhan penduduk dan persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan perkembangan pola-pola adaptasi bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan sub-suku yang menggunakan dialek masing-masing.

Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal-balik itulah masyarakat Batak mengatur hubungan sosial antarmarga dengan segala hak dan kewajibannya dalam segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai dalihan na tolu atau tiga tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima mempelai wanita. Dengan demikian ada keseimbangan hubungan antara perorangan dengan kelompok yang menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun seorang wanita yang menikah akan kehilangan segala hak dan kewajibannya dari hak marga asal dan berpindah mengikuti kelompok kerabat suami, namun marga asal tetap mendapat kehormatan sebagai pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya sebagai penerus generasi.

Sistem religi yang dianggap asli oleh para pendukungnya ialah sipelebegu. Menurut keyakinan penganutnya, alam semesta beserta isinya ini semula diciptakan oleh Ompu Mulajadi Nabolon yang berdiam di langit lapis ke-tujuh. Dunia dibagi atas banua ginjang yang dikuasai oleh Batara Guru, dan banua tonga yang dikuasai oleh Mangala Bulan. Selain itu orang Batak percaya akan adanya tondi (jiwa) dan begu (roh atau arwah) disekeliling tempat hidup manusia.

Angkola Mandailing

Orang Angkola atau dikenal juga sebagai orang Mandailing adalah salah satu sub-sukubangsa Batak yang mendiami daerah Angkola, Padang Lawas, Batang Toru, dan Sibolga, Mandailing, Ulu Pakatan, serta selatan Padang Lawas. Pada masa sekarang wilayah itu termasuk ke dalam Kabupaten Tapanuli Selatan. Jumlah populasinya diperkirakan sekitar 700.000 jiwa.

Dairi Pakpak

Orang Dairi dan orang Pakpak biasanya dianggap sama saja oleh masyarakat luar. akan tetapi menurut pengakuan mereka sendiri masing-masing berbeda dalam kebudayaan. Sub-suku ini mempunyai populasi sekitar 200.000 jiwa, dan mendiami wilayah Kabupaten Dairi.

Toba

Orang Toba mendiami daerah sekitar danau Toba, pulau Samosir, dataran tinggi Toba, Silindung, sekitar Barus dan Sibolga sampai ke daerah pegunungan Bukit Barisan. Antara Pahae dan Habinsaran di Sumatera Utara. Wilayah ini sekarang termasuk ke dalam Kabupaten Tapanuli Utara. Jumlah populasi sekarang sekitar 700.000 jiwa, dan mereka mengembangkan variasi lokal kebudayaan dengan ciri-ciri yang menyolok di bidang arsitektur perumahan.

Simalungun

Kata "Simalungun" sebagai nama daerah dan nama sukubangsa baru timbul sejak abad ke-18, yakni sesudah dibentuk oleh Dinasti Tuan Sisingamangaraja, raja Batak pada waktu itu. Simalungun atau Sibalungun berarti "sunyi" atau "lengang", maksudnya adalah "negeri yang ditinggalkan". Memang pada masa itu daerah ini ditinggalkan oleh rajanya yang bernama Nagur. Oleh orang Batak yang lain Tanah Simalungun disebut juga "Tano Jau", yang didiami oleh orang-orang "Jau". Sebutan orang "Jau" untuk menunjuk orang-orang Batak asli dari sekitar wilayah Danau Toba yang "me-melayu-kan diri" ke daerah rantau dan menyatu dengan orang Melayu.

Saat ini sebagian besar orang Simalungun mendiami daerah Kabupaten Simalungun, dan di Kotamadya Pemantang Siantar. Jumlah populasinya tahun 1975 sekitar 891.000 jiwa.

Karo

Merupakan salah satu sub-sukubangsa Batak yang bermukim di dataran tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan Dairi. Sebagian besar orang Karo masih tinggal di desa­desa (kuta), yang juga merupakan kesatuan teritorial yang dihuni oleh beberapa klen (merga) yang berbeda. Dalam sebuah kua terdapat dua atau lebih deretan rumah adat. Sebuah rumah adat biasanya dihuni oleh 4 - 8 keluarga batih (jabu), yang terikat hubungan kekerabatan secara patrilineal. Jabu merupakan organisasi sosial dan ekonomi terpenting pada masyarakat karo.

Matapencaharian utama orang Karo adalah bercocok tanam di sawah, sedangkan sistem perladangan yang pernah dijalankan sudah hampir hilang sama sekali. Peternakan juga dilakukan masyarakat, terutama pemeliharaan kerbau dan babi. Kerbau diperlukan untuk membajak sawah, sedangkan babi selain untuk dikonsumsi juga di manfaatkan dalam pesta adat.

Dalam kehidupan orang Karo, hubungan kekerabatan menjadi unsur terpenting yang berkaitan dengan semua aspek kehidupan. Hubungan kekerabatan dihitung menurut garis laki-laki (patrilineal). Kelompok kekerabatan yang terkecil disebut jabu, yang juga digunakan untuk menyebut keluarga luas virilokal. Sedangkan kelompok kekerabatan yang tersebar adalah merga atau klen. Orang Karo mengenal lima klen besar, yaitu Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring, dan Tarigan. Hubungan di antara kelompok-kelompok kekerabatan didasarkan atau suatu prinsip yang disebut sangkep sitelu (tiga yang utuh). Prinsip ini menyangkut tiga kelompok kerabat, yaitu kelompok kerabat sendiri (senina), kelompok pemberi gadis (Kalimbubu), dan kelompok penerima gadis (Anak beru). Kelompok pemberi gadis selalu lebih tinggi kedudukannya dari pada kelompok penerima gadis

Perkawinan pada masyarakat Karo bersifat eksogami merge, dalam arti pertukaran wanita tidak terjadi secara timbal balik antara dua kelompok kerabat saja. Dalam kenyataannya kelompok kekerabatan yang benar-benar melakukan perkawinan exogami adalah kelompok kerabat sada nina. Orang karo mengenal pula adat perkawinan lakoman, yaitu perkawinan antara seorang janda dengan saudara laki-laki almarhum suaminya; dan perkawinan gancibahu, yaitu perkawinan antara seorang duda dengan saudara perempuan almarhum istrinya. Di tanah Karo, dan tanah Batak pada umumnya, sekalipun agama Islam, Kristen Protestan dan Katholik telah masuk, agama asli yang disebut perbegu tetap besar pengaruhnya. Bahkan orang Karo yang menganut agama asli ini lebih banyak daripada yang menganut agama-agama besar tersebut. Bentuk religi yang dijalankan adalah pemujaan terhadap roh kerabat yang telah meninggal. Orang Karo mengenal beberapa roh pelindung, antara lain : Mate sada wari, yaitu roh kerabat yang mati mendadak karena kecelakaan, terbunuh, dan sebagainya ; serta Batara Guru, yaitu roh bayi yang meninggal sebelum tumbuh giginya. Dalam sistem religi dilakukan serangkaian upacara adat yang dipimpin oleh seorang dukun wanita disebut Guru si baso.

Dialah yang menjadi perantara manusia dengan roh halus. Dalam suatu upacara pemujaan dukun wanita tersebut kemasukan roh sehingga dapat berhubungan langsung dengan roh yang ingin dihubungkan.


N I A S

Sukubangsa Nias mendiami pulau Nias yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Nias, propinsi Sumatera Utara. Pendidik asli pulau itu menamakan diri mereka Ono Niha, dan menyebut pulau mereka Tano Niha. Walaupun secara geografis wilayah kepulauan Nias amat sulit untuk dicapai, akan tetapi tidak berarti masyarakat dan kebudayaan Nias tidak pernah mengalami kontak-kontak budaya dengan masyarakat luar. Menurut catatan sejarah, orang Nias sudah mengadakan hubungan dagang dengan orang Aceh jauh sebelum kedatangan bangsa Belanda. Demikian pula orang Nias sudah menjalin hubungan dagang dengan orang Minangkabau, Batak, dan Bugis. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa orang Nias tidak benar-benar "terasing" secara budaya, walaupun letak geografisnya kurang menguntungkan.

Menurut sementara pihak, orang Nias berasal dari tanah Batak. Hal ini berdasarkan atas adanya kesamaan bahasa, bentuk tubuh, serta adat istiadat mereka. Akan tetapi tidak pernah ada yang dapat menjelaskan kapan, mengapa, dan bagaimana orang Nias pindah ke kepulauan Nias.

Orang Nias sendiri beranggapan bahwa nenek moyang mereka berasal dari langit yang datang untuk mengatur dunia. Kepulauan Nias merupakan tempat tinggal mereka sejak awal. Hal ini ditandai dengan adanya daerah-daerah tertentu yang merupakan bukti tempat tinggal leluhur mereka. Sementara itu pihak lain mengatakan bahwa orang Nias dan Batak bukan berasal dari keturunan satu nenek moyang yang sama. Walaupun ada kesamaan bahwa mereka tidak di pengaruhi oleh kebudayaan Hindu, tetapi orang Nias tidak mengenal aksara sedangkan orang Batak mengenal jenis aksara yang mereka miliki sampai sekarang

Kebudayaan megalitik yang dikembangkan oleh masyarakat Nias bersama waktunya dengan perkembangan kebudayaan itu di wilayah Asia Tenggara pada umumnya. Kebudayaan ini bukan hanya terdapat di Nias. Bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa kebudayaan megalitik di Nias mempunyai persamaan dengan yang ada di Flores dan Sumba.

Berdasarkan lingkungan permukimannya, Orang Nias dapat dibedakan antara mereka yang berdiam di pesisir dan yang tinggal di daerah pedalaman. Oleh karma kegiatan sehari-hari kedua golongan ini tidak sama. Demikian pula ada perbedaan antara orang Nias yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan. Perbedaan tersebut antar lain tercermin dalam kehidupan ekonomi. Orang Nias kota sudah mengembangkan bermacam­macam mata pencaharian, seperti berdagang, pegawai kantor, guru, dan sebagainya. Sebaliknya orang Nias di pedalaman masih mengandalkan hidup sebagai petani ladang.

Di kabupaten Nias terdapat dua kelompok bahasa besar, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Nias. Bahasa Nias masih sangat dominan pemakaiannya dalam pergaulan sehari-hari, sedangkan bahasa Indonesia masih terbatas pemakaiannya pada kalangan terpelajar saja.

Bahasa Nias merupakan bahasa asli dari penduduk pribumi kepulauan Nias. Dalam pemakaiannya, bahasa-bahasa yang terdapat di Nias dapat dibedakan menjadi:
1. Bahasa Utara ; digunakan di Nias bagian Utara, Timur dan Barat. Kelompok bahasa ini disebut bahasa Laraga.
2. Bahasa Selatan ; disebut juga bahasa Tello, dipakai di daerah Nias Selatan, Tengah dan Pulau Tello (dari Kepulauan Batu).
Perbedaan antara bahasa Utara dan Selatan hanya terletak pada dialek dan istilah lokal yang digunakan. Oleh karenanya para pemakai kedua bahasa itu dapat saling mengerti satu sama lain.

Orang Nias hidup berkelompok dalam kampung yang mereka sebut banua dan dipimpin oleh seorang siulu (bangsawan) yang mereka sebut tuhenori atau salawa (raja). Dalam sistem kekerabatan, kesatuan sosial terkecil adalah sangambato atau keluarga batik, terdiri atas ayah, ibu serta anak-anak yang belum menikah. Secara sosial keluarga batih tidak sepenting kesatuan kerabat yang hidup bersama dalam satu rumah (omo) dan menjalankan kegiatan sosial ekonomi bersama sebagai petani secara komunal. Mata pencaharian utama orang Nias adalah berladang tanaman ubi jalar, ubi kayu, kentang, dan sedikit padi. Mata pencaharian tambahannya adalah berburu dan meramu. Pada saat sekarang di pulau ini ditanam orang pula cengkeh dan semak nilam untuk diambil minyaknya.

Pada zaman dulu Nias pernah mencapai tingkat perkembangan kebudayaan megalitik yang mengagumkan. Hasil karya budaya batu itu sampai sekarang masih ditemui sisa-sisanya, seperti meja dan kursi batu, tugu-tugu dan arca arwah serta omo hada (rumah adat) yang didirikan di atas batu-batu besar pipih dan dengan tiang-tiang kayu besar, penuh pula dengan ukiran-ukiran kuno. Pada masa sekarang sebagian besar orang Nias sudah memeluk agama Kristen dan sedikit Islam. Agama asli mereka disebut Malohe Adu (penyembah roh) yang didalamnya dikenal banyak dewa, diantaranya yang paling tinggi adalah Lowalangi. Mereka memuja roh dengan mendirikan patung-patung dari batu dan kayu, rumah tempat pemujaan roh disebut osali. Pemimpin agama ash disebut ere. Pada masa sekarang nama lowalangi diambil untuk menyebut Tuhan Allah dan Osali menjadi nama gereja dalam konsep Kristen.

Melayu Langkat

Orang Melayu atau Melayu Deli mendiami daerah sepanjang pesisir timur pulau Sumatera, antara lain di Kotamadya Medan, Binjai, Tebing Tinggi dan Tanjung Balai, serta di Kabupaten Deli Serdang. Langkat, Asahan, dan Labuhan Batu, di propinsi Sumatera Utara. Jumlah populasinya diperkirakan berjumlah sekitar 1,5 juta jiwa lebih. Pada zaman dulu mereka pernah mendirikan beberapa kerajaan seperti Melayu Langkat, Melayu Aru, Melayu Deli Tua, dan Melayu Deli yang lenyap sekitar setengah abad yang lalu.

Karena di daerahnya banyak dibuka perkebunan besar maka orang Melayu kebanyakan bekerja sebagai buruh kebun atau mengolah sendiri ladang mereka dengan cara-cara yang sederhana. Pertanian itu antara lain menghasilkan komoditi ekspor. seperti tembakau, kopi, karet, cengkeh, nenas, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil yang masih suka menanam padi, walau masih diselingi dengan menanam tembakau. Keluarga intinya lebih senang mengembangkan rumah tangga sendiri. Walaupun pasangan baru umumnya tinggal di rumah orang tua pihak perempuan, namun mereka segera pindah begitu telah mempunyai seorang anak. Rumah baru biasanya didirikan dekat kelompok pihak suami, mungkin karena itu ada anggapan hahwa garis keturunan yang mereka pakai adalah patrilineal. Hanya orang Melayu yang diam di daerah Batubara yang cenderung menjalankan prinsip keturunan matrilineal, mungkin karena kuatnya pengaruh Minangkabau di zaman dulu.

http://www.tamanmini.com

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.





    BalasHapus