Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi membuka peluang masyarakat untuk dapat meningkatkan peran serta dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu upaya untuk mewujudkan peluang tersebut adalah melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000–2004. Sebagai penjabaran dari undang-undang tersebut, telah diterbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Dalam rangka pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tersebut, diperlukan adanya buku PANDUAN UMUM DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan bagi semua elemen masyarakat yang akan membentuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah atau memperluas peran, fungsi, dan keanggotaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang telah ada. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diharapkan dapat memacu usaha pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan, selaras dengan konsepsi partisipasi berbasis masyarakat (community-based participation) dan manajemen berbasis sekolah (school-based management) yang kini tidak hanya menjadi wacana, tetapi telah mulai dilaksanakan di Indonesia.
Buku Panduan ini disusun oleh Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, yang komposisinya meliputi unsur Departemen Pendidikan Nasional (Ditjen Dikdasmen, Ditjen PLSP, Biro Hukum dan Organisasi, Balitbang Diknas), Departemen Dalam Negeri (Ditjen Bina Bangda), Departemen Agama (Ditjen Kelembagaan Agama Islam), Bappenas (Direktorat Agama dan Pendidikan), para pakar, dan praktisi pendidikan.
Kami menyambut baik penerbitan Buku Panduan ini. Semoga penerbitan Buku Panduan Umum ini dapat mendorong semangat dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan yang demokratis, transparan, dan akuntabel.
Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah,
Dr. Ir. Indra Djati Sidi
NIP 130672115
Dasar Hukum
Dasar hukum yang digunakan sebagai pegangan dalam pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, termasuk pelaksanaan program kegiatan sosialisasi dan fasilitasi, adalah sebagai berikut:
1.Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
3.Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
Propenas) 2000 – 2004.
4.Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat
dalam Pendidikan Nasional.
5.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
6.Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
pendidikan dan Komite Sekolah.
7.Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor
559/C/Kep/PG/2002 tentang Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peran Komite Sekolah
Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di satuan pendidikan/sekolah. Oleh karena itu, pembentukan Komite Sekolah harus memperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Peran Komite Sekolah adalah :
1. Sebagai lembaga pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
2. Sebagai lembaga pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Sebagai lembaga pengontrol (controlling agency) dalam rangka ransparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
4. Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Keanggotaan Komite Sekolah
Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat. Di samping itu unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota. Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari komponen-komponen sebagai berikut:
1.
Perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis.
2.
Tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK, kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat).
3.
Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian atau dijadikan figur dan mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan.
4.
Pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan instansi lain).
5.
Dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain).
6.
Pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan.
7.
Organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain).
8.
Perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara demokratis berdasarkan jenjang kelas.
9.
Perwakilan forum alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah dewasa dan mandiri.
Fungsi Komite Sekolah
Untuk menjalankan peran yang telah disebutkan di muka, Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (Perorangan/organisasi/dunia usaha dan dunia industri (DUDI)) dan pemerintah berkenaan dengan penyelengaraan pendidikan bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan olej masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai :
1. Kebijakan dan program pendidikan
2. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
3. Kriteria kinerja satuan pendidikan
4. Kriteria tenaga kependidikan
5. Kriteria fasilitas pendidikan.
6. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
1. Mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan pendidikan.
2. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelengaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Berdasarkan dasar hukum dan uraian di atas, idealnya Komite memiliki peran dan fungsi yang sangat besar bagi kemajuan pendidikan di suatu sekolah. Idealnya semua unsur komite sekolah dapat menjalankan fungsi/perannya secara optimal.Namun pada kenyataannya semua unsur/elemen komite sekolah hanya menjadi "tukang cap/stempel"/hanya sebagai bagian yang mengesalkan suatu program sekolah.Yang mengherankan justru Kepala Sekolah lah yang masih dominan dalam menentukan gerak langkah suatu sekolah.
Idealnya dengan ketentuan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa semua elemen dalam komite sekolah memiliki peran, yang tidak boleh dikesampingkan oleh pihak sekolah.Kalau pada kenyataannya keterlibatan komite sekolah hanya sebatas tukang stempel maka sulitlah kirannya mutu pendidikan dapat ditingkatkan.
Idealnya seluruh program, proses pelaksanaan rencana dan evaluasi serta refleksi suatu sekolah pelibatan komite sekolah menjadi suatu keharusan yang tidak dapat ditinggalkan.Bila peran komite di marginalkan oleh pihak-pihak tertentu maka perubahan bidang pendidikan yang diharapkan dengan adanya ketentuan komite sekolah hanyalah tinggal program belaka.
Idelanya perlu dibangun komitmen bersama dan kesungguhan dari semua elemen komite sekolah untu lebih memberdayakan komite sekolah dalam perjalanan proses pendidikan di suatu sekolah. Pihak komite sekolah harus menyatakan keberaniannya untuk merevisi bahkan menolak program sekolah bila dianggap kurang edukatif. Begitu pula Komite Sekolah harus punya keberanian untuk merencanakan suatu program pendidikan ( beserta elemen yang lain ) dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Selasa, Mei 05, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Namun sungguh sayang..
BalasHapusKomite maupun pihak sekul kebanyakan kurang transparan..
bahkan jalan karepe dewe'..
aduh aduuuh....
Seperti produk nasional lainnya, dalam panduan umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masih terdapat wilayah abu-abu yang dapat ditafsirkan berbeda atau disesuaikan dengan kondisi daerah. Sementara Modul Pemberdayaan Komite Sekolah masih "melangit" untuk digunakan di tingkat sekolah apalagi sekolah di daerah pedesaan. Bersama Majelis Pendidikan Daerah (Aceh Utara, Bireuen dan Pidie Jaya - NAD), serta perwakilan komite sekolah, kepala sekolah dan guru; kami telah menyusun juknis Pembentukan Komite Sekolah dan Modul Pemberdayaan Komite Sekolah yang dirasakan lebih sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah. Tentunya dengan tetap merujuk kepada Kepmendiknas 044/U/2002. Kedua produk tersebut sudah disahkan oleh Dinas Pendidikan setempat.
BalasHapusDengan Juknis diatas, sejauh ini (selama 3 bulan terakhir) telah dipilih secara transparan dan demokratis Komite Sekolah di 29 sekolah di 4 gugus binaan, dengan keterwakilan perempuan sebesar 35 %. Dalam Juknis tsb dititipkan amanat agar (1) proses pemilihan sekolah dilakukan melalui proses yang broad-based, inklusif, serta transparan; (2) minimum 30% keterwakilan perempuan dalam KS; dan verifikasi serta legalisasi Komite Sekolah oleh MPD untuk menjamin independensi dalam proses maupun hasil pemilihan Komite Sekolah.
Berdasarkan pengalaman CEPA (Communities and Education Program in Aceh) di 3 kabupaten binaan - berbantuan AusAID.